Komisi IX Prihatin Ketersediaan Obat untuk Peserta BPJS Sering mengalami Kekosongan

24-03-2017 / KOMISI IX

Komisi IX prihatin ketersediaan obat untuk peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Kesehatan di fasilitas kesehatan sering mengalami kekosongan. Padahal secara esensial negara harus hadir dalam penggadaan obat baik dari segi logistik maupun pendistribusian.

 

Hal itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati di sela-sela RDP dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Yayasan Kesehatan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/03).


“Ketersedian obat memang masih menjadi perhatian kami, karena akibat kekosongan obat ini  masyarakat lagi yang terkena dampaknya. Mereka harus membeli obat di luar dengan mengeluarkan biaya sendiri,” kata Okky.

 

Dia menjelaskan, terjadi kekosongan obat di pelayanan kesehatan selama ini karena sistem yang kurang baik saat menentukan Formularium Nasional Kendalikan Biaya Pengobatan (FORNAS) yang dilakukan pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

 

“Ketersediaan obat menjadi langka karena memang ketika Kemenkes membuat FORNAS laporan dari satuan kesehatan (Satkes) di daerah banyak yang tidak relevan seperti  salah perhitungan, salah ketik dan juga karena APBD yang tidak mendukung dalam membuat perincian obat yang diperlukan,”jelasnya.

 

Harga obat yang terlalu murah, lanjut Okky juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kekosongan obat di RS, sebab banyaknya pabrik yang tidak mau memproduksi. Murahnya harga yang ditentukan Kemenkes disebabkan karena dalam menyusun FORNAS pelaku industri tidak dikut sertakan.

 

“Keikutsertaan pelaku industri obat dalam FORNAS memang tidak ada. Selama ini  yang menyusun FORNAS yaitu ahli Faramkologi dan Dokter yang kurang memperhitungkan aspek bisnisnya,”tutur politis F-PPP.  


Okky berharap Kemenkes dan BPJS bisa melihat kembali sistem Harga Pokok Penjual (COGS) yang digunakan zaman Asurasi Kesehatan (ASKES) terdahulu. Pasalnya, sistem itu mematok harga eceran tertinggi hingga tidak merugikan pelaku industri.

 

“Kemenkes dan BPJS bisa melihat sistem yang perna di buat ASKES itu, dalam arti kalau ada hal yang bagus kenapa tidak diambil, bukan berarti dirubah semua. Hal itu malah  hanya menyebabkan masyrakat yang mengalami kerugian,”pungkasnya.(Ria) Foto: Andri/od.

 

BERITA TERKAIT
Program MBG Jangkau 20 Juta Penerima, Pemerintah Harus Serius Jawab Berbagai Keluhan
18-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025...
Nurhadi Ungkap Banyak Dapur Fiktif di Program MBG, BGN Diminta 'Bersih-Bersih’
14-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menemukan adanya 'dapur fiktif' dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG),...
Kunjungi RSUP, Komisi IX Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan di NTT
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Kupang - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan apresiasi atas pengelolaan RSUP dr. Ben Mboi Kupang...
Komisi IX Tegaskan Pentingnya Penyimpanan Memadai di Dapur MBG
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Gorontalo - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menilai bahwa tidak semua dapur Makan Bergizi Gratis (MBG)...